Kamis, 07 Juni 2012

Gayo Lokop Serbejadi


Lokop merupakan bagian dari kabupaten Aceh Tengah pada masa tahun 1970-an, kemudian sebagai akibat jauhnya jarak dan rentang kendali pemerintahan kabupaten Aceh Tengah dengan masyarakat Gayo Lokop maka akhirnya pemerintah kabupaten Aceh Tengah ”menyerahkan” wilayah Gayo Lokop kepada pemerintah Kabupaten Aceh Timur dengan alasan agar lebih memudahkan masyarakat Gayo Lokop mengurus berbagai macam keperluan administrasi seperti KTP, KK, Sertifikat Tanah, dan sebagainya. Penyerahan sebagian wilayah ”kedaulatan” Aceh Tengah kepada Aceh Timur pada waktu itu dikecam oleh beberapa tokoh masyarakat, pemuka adat, tokoh budaya dan ulama Aceh Tengah, jika memang yang dipersoalkan adalah jauhnya jarak antara Serbejadi Lokop dengan Takengon sehingga mempersulit masyarakat Gayo Lokop mengurus kepentingan hukumnya terkait dengan urusan-urusan administratif, mengapa Bupati Aceh Tengah pada saat itu tidak membentuk Pembantu Bupati Aceh Tengah wilayah Serbejadi Lokop saja? Mengapa sebagian wilayah ”kedaulatan bangsa Gayo” diserahkan begitu saja kepada Aceh Timur?, pertanyaan-pertanyaan itu terus menyelimuti hati dan pikiran para tokoh-tokoh masyarakat Aceh Tengah pada saat itu tetapi pertanyaan-pertanyaan itu hanya berada di dalam hati dan pikiran para tokoh-tokoh masyarakat itu saja tanpa adanya upaya yang intensif dan sistematis untuk menyelamatkan ”kedaulatan” Tanoh Gayo.
        Kalaulah seandainya dulu Bupati Aceh Tengah mau membentuk Pembantu Bupati Wilayah Serbejadi Lokop maka sudah dapat diprediksi jalan menuju terbentuknya Kabupaten Gayo Lokop semakin terbuka lebar seiring dengan semangat otonomi daerah yang terus bergulir.tetapi karena telah diserahkannya Serbejadi Lokop kepada Aceh Timur maka harapan untuk membentuk Kabupaten Gayo Lokop sampai hari ini masih jauh dari kenyataan bahkan menjadi semakin gelap dan suram karena pemerintah Aceh Timur ”tidak mau merestui” berdirinya kabupaten Gayo Lokop dengan alasan akan mempercepat pembangunan di wilayah Serbejadi Lokop dan Simpang Jernih. Penolakan Bupati Aceh Timur terhadap pembentukan kabupaten Gayo Lokop dirasakan sangat wajar karena dengan berpisahnya Serbejadi Lokop dan Simpang Jernih dari Aceh Timur maka akan semakin memperkecil wilayah kekuasaan Bupati Aceh Timur. Ditambah lagi dengan sedikitnya wakil rakyat dari Daerah Serbejadi Lokop, dan Simpang Jernih yang mewakili dan menyuarakan kepentingan masyarakat Gayo Lokop di DPRK Aceh Timur. Padahal untuk membentuk sebuah kabupaten baru diperlukan dukungan dari DPRK dan Rekomendasi dari Bupati untuk memperlancar proses pembentukan kabupaten Gayo Lokop. 

Kondisi itu diperparah lagi dengan adanya ide membentuk kabupaten Perlak Raya sehingga terjadi tarik-menarik kepentingan antara tokoh-tokoh masyarakat Gayo Lokop dengan tokoh-tokoh masyarakat Perlak pesisir dalam hal pembentukan kabupaten baru.tetapi yang pasti terbentuknya Kabupaten Gayo Lokop merupakan suatu keharusan sejarah yang tidak boleh tidak terjadi. Kabupaten Gayo Lokop harus berdiri diatas tanah kelahiran Inen Mayak Teri yang merupakan simbol perjuangan masyarakat Gayo dalam melawan ”penjajahan” dan ketidakadilan ekonomi, sosial, politik dan budaya. Masyarakat Gayo Lokop harus terus mengorganisir diri dan mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan bagi terbentuknya sebuah kabupaten baru diatas tanah mutuah Serbejadi Lokop.  Keberadaan dan hadirnya kabupaten Gayo Lokop merupakan simbol eksistensi masyarakat adat Gayo Lokop. Dengan adanya kabupaten baru diharapkan terjadi peningkatan kesejahteran dan kemakmuran masyarakat Gayo Lokop, terbukanya akses pasar, terbuka peluang kerja baru, dan meningkatnya sumber daya manusia generasi muda Inen Mayak Teri diatas tanah muyang datunya sendiri 40 (empat puluh) tahun lamanya sudah wilayah Serbejadi Lokop berada dalam kekuasaan dan ”penjajahan” Aceh Timur, harapan dan impian untuk menikmati kesejahteraan dan kemakmuran hanya tinggal kenangan belaka, berbagai infrastruktur dan prasarana fisik seperti Jalan, Irigasi, jembatan dan sebagainya rusak total dan tidak mendapatkan perhatian yang berarti dari para pejabat teras Aceh Timur. Bahkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baru sekitar 3 tahun belakangan ini mulai dibangun di wilayah Serbejadi Lokop. Sehingga pembangunan SMK tersebut merupakan momen yang sangat mengharukan bagi sebagian besar masyarakat Gayo Lokop setelah 38 tahun menunggu hadirnya sebuah SMK diatas bumi Gayo Lokop. Dapat dibayangkan bagaimana rendahnya kualitas SDM masyarakat Gayo Lokop setelah 40 (empat puluh) tahun ”berintegrasi” dengan Aceh Timur. Hal ini merupakan salah satu pemicu munculnya semangat ”self government” di sebagian besar kalangan masyarakat Gayo Lokop khususnya kelompok-kelompok generasi muda Gayo Lokop yang sudah mengenyam pendidikan tinggi baik di Langsa, Medan, Banda Aceh, Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Munculnya semangat ”separatisme” dari sebagian besar masyarakat Gayo Lokop untuk membentuk sebuah kabupaten sendiri yang terpisah dari Aceh Timur harus disikapi secara arif dan bijaksana oleh berbagai pemangku kepentingan baik Bupati Aceh Timur, DPRK Aceh Timur, Gubernur Aceh dan DPRA. Aspirasi yang dimunculkan oleh masyarakat Gayo Lokop merupakan antiklimaks dari semua janji-janji politik yang selama ini terus dikampanyekan oleh berbagai pihak baik calon-calon legislatif maupun calon bupati dan gubernur yang selalu menjanjikan kesejahteraan, kemakmuran dan pembangunan yang adil dan merata bagi masyarakat Gayo Lokop.
        Ketidakadilan dan diskriminasi pembangunan yang telah dipertontonkan oleh para pejabat Aceh Timur selama puluhan tahun sangat bertolak belakang dengan ketulusan hati dan kemurnian putra-putri terbaik Gayo Lokop seperti Inen Mayak Teri yang telah rela ”mewakafkan” dirinya dalam melawan pasukan marsose Belanda demi mempertahankan tanah airnya dari para penjajah Belanda. Ketika penjajah Belanda telah angkat kaki dari Bumi Gayo Lokop kemudian masuk lagi ”penjajah” baru dengan modus operandi baru, metode baru, taktik baru, strategi baru, orang-orang yang baru tetapi tetap dengan tujuan yang sama yaitu ”menjajah” dan ”mengeksploitasi”. Kalaulah seandainya Inen Mayak Teri masih hidup sampai hari ini maka pastilah ia akan menangis dan batinnya terasa sangat pedih seperti diiris oleh sembilu, melihat kondisi keturunannya, bangsanya, masyarakat adatnya masih berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan tanpa adanya perhatian dari para pejabat-pejabat terkait. Benarlah apa yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’anul karim, yang artinya sebgai berikut; ”Allah SWT tidak akan merubah nasib sesuatu kaum jika kaum itu tidak mau merubah nasibnya sendiri”, makna dari ayat ini yang dapat diambil adalah kalaulah kaum Gayo di Serbejadi Lokop tidak mau berusaha sendiri, dan dengan kekuatan sendiri untuk merubah nasibnya maka niscaya Allah SWT juga tidak akan pernah mau merubah nasib kaum Gayo Lokop. Dan salah satu konsepsi untuk merubah nasib kaum Gayo Lokop adalah dengan terwujudnya Kabupaten Gayo Lokop yang terpisah dari Aceh Timur sehingga kaum Gayo Lokop bisa mengatur rumah tangganya sendiri, dan memerintah masyarakatnya sendiri sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. 
    Infrastruktur jalan sebagai urat nadi pergerakan masyarakat untuk menjual hasil kebunnya ke pasar kondisinya sudah sangat parah tanpa adanya kepastikan kapan akan diperbaiki. Sudah 5 (lima) tahun MoU Helsinki berjalan, 4 (empat) tahun UUPA diterbitkan oleh pemerintah pusat, dan menjelang 5 (lima) tahun berkuasanya calon independen pilihan rakyat berkuasa di Aceh tapi kondisi masyarakat Gayo Lokop masih sama seperti yang dulu tanpa adanya perubahan yang drastis. Walaupun sudah triliunan uang APBA dan Dana otonomis khusus dikucurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah Aceh tapi kondisi masyarakat Gayo Lokop masih saja memprihatinkan dan jauh dari kesan modernisasi. Perlu dilakukan upaya luar biasa untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Gayo Lokop sehingga tingkat pendidikan, kesejahteraan dan kemapanan hidupnya bisa sejajar dengan kelompok masyarakat lainnya.
    Pembangunan sektor pertanian, perkebunana, peternakan dan perikanan air tawar merupakan sektor andalan masyarakat Gayo Lokp yang harus diperhatikan dengan memberikan bantuan dana pemberdayaan ekonomi, pinjaman kredit berbuga rendah, penyediaan alat-alat pertanian yang modern, penyediaan sumber-sumber bibit unggul, pembukaan akses pemasaran dan peningkatan kemampuan dan pemahaman petani, peternak dan pekebun dalam mengelola lahan, memproduksi, dan memanen hasil pertaniannya. Masyarakat Gayo Lokop yang selama ini hanya dijadikan objek pembangunan dan objek ”eksploitasi” harus dirubah menjadi subjek pembangunan dan diberikan ruang-gerak melaksanakan proses pembangunan dan pembinaan kehidupan masyarakatnya sesuai dengan karaktreristik budaya Gayo yang dimilikinya.

Selasa, 29 Mei 2012

Budidaya Singkong



Budidaya Singkong



1. SEJARAH SINGKAT

Ketela pohon merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:
Kingdom  : Plantae atau tumbuh-tumbuhan 
Divisi   : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji 
Sub Divisi  : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas   : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo   : Euphorbiales
Famili   : Euphorbiaceae
Genus   : Manihot
Spesies  : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.


Untuk mengambil file budidaya singkong    disini